
Tambora- Desa Oi Bura adalah desa terpencil yang berada paling atas di lereng barat Gunung Tambora. Secara administratif masuk wilayah Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. Sejumlah etnis yang tinggal di Oi Bura berasal dari Mbojo (Bima), Bali, Timur (NTT), Sasak (Lombok), Jawa dan Sulawesi. Pada tahun 2019, ada 340 kepala keluarga atau 1.300 orang tercatat sebagai warga desa Oi Bura.
Gubernur NTB bersama istri Hj. Niken Saptarini, didampingi oleh Kadis DKP NTB, Muslim ST, General Manager Geopark Tambora, Satkar Umara, kepala Balai Jalan Sumbawa Timur, A. Salam. Hadir pula kepala Bappeda Kab Bima, Taufik ST, MT dan kepala PU Kab Bima, Suwandi ST, MT. mengunjungi warga Desa Oi Bura Kecamatan Tambora. Minggu, 10/09/2023.
Gubernur NTB ,Zulkifliemansyah menyampaikan saat berdialog dengan warga masyarakat Oi Bura bahwa banyak persolan yang disampaikan oleh masyarakat. Salah satunya adalah Jalan yang masih rusak dan sulitnya akses transportasi untuk mengangkut potensi antar dusun di desa Oi Bura.
“Persoalan jalan yang rusak ini kita meminta secara langsung Kepala Balai Jalan Sumbawa Timur untuk melakukan koordinasi dengan PU Kab Bima dan Bappeda Kab Bima untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Sementara itu,Kepala PU Kab Bima, Suwandi, ST MT, memberi tanggapan secara langsung bahwa Jalan Oi Bura sudah masuk dalam Inpres Presiden RI dan sudah siap dikerjakan mulai tahun ini (2023)”, ungkapnya.

Sementara, General Manager Geopark Tambora, Satkar Umara, mengajak Gubernur NTB untuk melakukan percepatan pembangunan di kawasan desa Oi Bura ini.
“Di Desa ini potensi Geowisata dan Geoheritage nya cukup banyak pak Gub, penting untuk kita lakukan percepatan dikawasan ini” Ungkap Satkar salah satu Geopark Termuda se-Indonesia dan disambut tepuk tangan warga.
Dengan hal yang sama, Manager Pendidikan Dan Kebudayaan Geopark Tambora, Julhaidin, mengatakan bahwa ada beberapa Geowisata Heritage di kawasan Oi Bura ini, seperti Pasanggarahan Tambora atau biasa disebut ‘Rumah Atas’ yang dibangun pada tahun 1930 oleh NV.
“Pasuma ini adalah perusahaan swasta pengelola kopi di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Kemudian Pura Agung Udaya Parwata menjadi pusat peribadatan 30 KK warga Hindu Bali yang tinggal di Kampung Barat”, ujarnya.

Menurutnya, Desa Oi Bura menjadi saksi betapa subur dan kayanya kawasan Tambora. Komoditas kopi di Tambora telah dibudidayakan lama sebelum letusan Gunung Tambora pada 1815. Pada masa itu, Belanda telah menjalin perdagangan dengan tiga kerajaan di sana yaitu Kerajaan Pekat, Tambora dan Sanggar.
“Sejak zaman kolonial, produksi kopi di Tambora dikuasai perusahaan swasta di bawah pemerintahan Belanda. Dan pada tahun 1930, dibuka perkebunan kopi seluas 80.000 hektar di lereng barat Tambora. Perkebunan kopi ini memicu munculnya pemukiman di sekitarnya sebagai dampak perekonomian”, jelasnya
Oi Bura juga menjadi saksi bahwa kebhinekaan bukan hanya cerita dan angan-angan. Berbagai suku dan agama hidup bahagia dan rukun di daerah.
Leave a Reply